Sabtu, 18 Mei 2013

Belajar dari Kejeniusan Tokoh JIL

Setidaknya ada 30% dari 50 aktivis Islam liberal* yang memiliki gelar profesor. Gelar tersebut juga tidak sembarangan, bukan gelar dari perguruan tinggi nasional melainkan luar negeri seperti Amerika, Kanada, dan Australia. Satu kata yang terlontar secara refleks dari mulut saya sesaat setelah membaca daftar tokoh Islam liberal di Indonesia ini, "Wow".


Pada awal kehidupan saya mengenal twitter (pertengahan tahun 2010) juga sering kali saya membaca kutipan jenius para tokoh muda Islam liberal ini. Mereka begitu pandai mengolah kata-kata, menafsirkan goncangan politik negeri, serta bercanda dengan guyonan intelek. Kerap kali saya pun terkagum-kagum pada sosok-sosok jenius itu. Saya pun mengikuti dengan harapan dapat meniru kecerdasan mereka mengomentari suatu keadaan.

Tak tahunya mereka itu cerdas yang keblinger. Bah :D

Setelah bergabung dengan gerakan #IndonesiaTanpaJIL pun kadang saya mengunjungi akun mereka untuk sekadar 'lihat-lihat' dan yaaa mereka tetap jenius, jenius memelintirkan larangan ataupun perintah Allah berdasarkan 'logika'. Baru saja ada salah satu founder Jaringan Islam Liberal (JIL), @ulil, membuat kultwit mengenai kehalalan menikah beda agama. Beberapa minggu yang lalu ia juga membuat kultwit tentang khmr, intinya ya menghalalkan minuman memabukkan itu. Alkhamdhulillah sudah dibalas/klarifikasi oleh gurunda @salimafillah. 

Gimana kultwitnya? Cerdas?

Cerdas untuk yang logikanya abstrak. Semua selalu bersumber dari akalnya. Selalu akal, bahkan akal pun lebih kuat dari firman Allah.

Mengapa JIL pintar-pintar? Bahkan tidak dapat dipungkiri bahwa sebagian besar dari mereka adalah cendekiawan muslim, pejabat di depag, dosen agama Islam, kiyai, juga pengasuh ponpes. Selintas saja kita akan terjebak pada sebuah pemikiran bahwa Islam liberal memang hanya dapat diterima dan dibenarkan oleh orang yang paham benar tentang Islam alias yang di luar Islam liberal ini bodoh.

"Saya sesalkan mereka adalah orang-orang yang pintar ilmu agamanya." itulah kata salah satu rekan saya berkomentar mengenai JIL ini. Tapi apa iya sejenius itu????

Dari beberapa biografi tokoh Islam liberal yang saya baca, para pelopor ide liberalisme Islam ini ternyata memperoleh gelar-gelar itu dari perguruan tinggi yang ada di Barat, yang notabenenya kita tahu bahwa Barat adalah pengusung ide liberalisme dan musuh Islam (selain setan) saat ini. Masih ingatkah tentang konsep sekulerisme yang ditawarkan Barat atas kekecewaannya pada kebijakan gereja yang membuat Barat saat itu begitu kelam? Hingga muncullah pemberontakan yang mengusung pembebasan pemerintahan dari agama (Khatolik). Lalu ingatkah kita pada sejumlah pendekriminasian muslim-muslim di negara-negara itu? masjid, adzan, jilbab dilarang. Yeaaaaap.... kegelapan itu terjadi di Barat. Sehingga sangat aneh ketika ada sebuah institut agama Islam yang berdiri di sana (apalagi menyelenggarakan program pasca sarjana).

Itulah.

TAPI. Ada satu hal besar yang sangat saya kagumi pada pegiat JIL ini (di luar konteks akidah). Dalam biografi mereka, mereka dari kecil sudah terbiasa dengan hidup yang dipenuhi buku, kegiatan mereka sebagian besar adalah membaca dan meneliti. Mungkin ini koreksi yang selalu ingin saya sampaikan kepada teman-teman (khususnya yang pernah berinteraksi secara intens di kampus dan pergerakan). Mari perbanyak membaca dan melakukan penelitian serta analisis untuk segala hal, sesederhana apapun. Karena tonggak dan harapan besar bangsa ini terletak pada jiwa-jiwa muda yang terus berkarya. Barangkali, sikap kita yang malas membaca karya-karya besar dari orang-orang hebat juga menjadi salah satu faktor mengapa JIL dengan mudahnya mengobok-obok pemikiran bangsa ini.

Hari ini kita marah dan terbingung-bingung pada hal suram negeri ini. Mengapa begini mengapa begitu. Padahal tak satupun buku-buku pinjaman dan pemberian disentuh. Saya juga menyayangkan ketika pemuda yang kebetulan mahasiswa di sekitar saya begitu mudah percaya dan terombang-ambing dalam isu murahan, contoh saja informasi hoax yang beredar di fanpage-fanpage facebook. Jika hal ini terus dibiarkan maka tak perlu cara yang lama dan mahal para pengadu domba itu akan dengan mudah menghancurkan bangsa dan agama ini melalui pemuda yang kehilangan sikap kritis.

Alkhamdhulillah, Allah Maha Besar, menciptakan masalah selalu disertai hikmah. Jika JIL adalah masalah maka introspeksi bersama ini adalah salah satu hikmah yang harus kita (khususnya saya) renungkan bersama. Mohon maaf atas segala keterbatasan dan kata yang menyinggung. Semoga bermanfaat, kebaikan hanya datang dari Allah. Terima kasih sudah berkenan membaca dan selamat Hari Buku Nasional (17 Mei 2013) <<<< telat sekian jam T_T

referensi utama:
50 Tokoh Islam Liberal Indonesia - Budi Handrianto
Islam Liberal 101 - Akmal Sjafril
Fatwa MUI tentang Pluralisme Agama

0 komentar:

Posting Komentar