Sebenarnya jika membahas mengenai
sekularisme tidak akan jauh-jauh dari rangkaian manis akronim sepilis
(sekularisme, pluralisme, dan liberalisme). Pengusung ideologi di
negara ini adalah komplotan JIL atau Jaringan Islam Liberal
yang mengklaim bahwa mereka merupakan sekumpulan orang-orang yang berpikir
secara moderat meskipun tanpa dibarengi dengan dalil dan ketentuan Al Quran dan
Sunnah. JIL ini bukan organisasi pemerintahan ataupun badan yang memiliki struktural
yang jelas. Mereka hanya berkumpul dan perkumpulan tersebut merupakan pusat
dari segala agenda liberalitas di Indonesia. Mereka mengaku Islam, akan tetapi dalam
menafsirkan ketentuan dan keputusan dalam bertindak lebih mengarah ke buah
pikiran mereka sendiri. Mereka berpikir bahwa manusia semakin hari semakin
cerdas sehingga aturan-aturan Islam yang konvensional perlu direduksi dan
diganti dengan pikiran manusia yang lebih moderat dan sesuai dengan arus
globalisasi.
(Pembahasan tentang JIL akan saya bagikan lewat tulisan yang
berbeda :D)
Kembali ke sepilis, dari tiga ideologi
dasar itu mari kita pisahkan persuku kata:
Sekularisme, saya lebih senang menyebutnya sebagai paham yang
memisahkan urusan dunia dengan agama, ipoleksosbudhankam tidak bisa dicampur
dengan agama. Setiap ada pendapat yang membawa ayat ataupun kutipan dari tokoh
agama maka pendapat tersebut dianggap tidak valid
atau diharamkan.
Pluralisme, pluralisme merupakan sebuah paham yang menyatakan
keseragaman dan mengakui kebenaran semua keberagaman yang ada di dunia ini. Ada
banyak bentuk pluralisme, bisa pluralisme budaya ataupun agama. Akan tetapi
yang menjadi sorot utama terhadap permasalahan Indonesia (dan dunia) saat ini
adalah pluralisme agama. Pluralisme ini menyatakan bahwa semua agama pada
hakikatnya sama, yaitu menuju jalan kebenaran Tuhan yang hakiki, tidak peduli
Kristen, Hindu, Budha, bahkan Islam sekalipun. Sedangkan kita bisa memahami
secara logika, bagaimana bisa ketika seseorang sudah meyakini satu agama benar
maka dengan paham ini ia pun mengakui kebenaran agama lain?
Yang terakhir adalah liberalisme, liberalisme ini adalah
tonggak utama dasar pemikiran sepilis. Kebebasan berpendapat, berekspresi,
berpikir, dan kebebasan dari segala bentuk penindasan. Seolah-olah kebebasan
ini tidak ada batas, sepertihalnya mereka mengartikan tentang pentingnya
mendapat hak tanpa pertimbangan hak lain yang membatasi. Saya menyebutnya paham
kebebasan tanpa batas.
Dari tiga hal di atas yang akan
saya bahas lebih dalam adalah sekularisme. Apa contoh sekularisme? Apa bahaya
dari sekularisme? Siapa yang dirugikan ketika seseorang berpaham sekularisme?
Sekularisme sebenarnya sudah ada sejak dulu. Masih ingatkah
teman-teman ketika tujuh kata dasar negara pertama yang diubah menjadi seperti
dasar negara yang sekarang? Ketuhanan Yang Maha Esa yang semula berisi tentang penegakan
syariat Islam di Indonesia adalah salah satu andil kelompok oran-orang sekular
yang tidak ridho jika agama diagungkan. Sehari pasca kemerdekaan, lobi-lobi
politik kelompok sekular dan Kristen berhasil menghapuskan sebuah tonggak
sejarah bagi penegakan syariat Islam di negeri ini.
Menurut Prof Al-Attas, sekularisme mengandung 3 unsur, disenchantment of nature, deconsecration of
politics, dan desacralization of
values. Dari ketiga unsur ini, kita dapat melihat bahwa sekularisme adalah
ideologi yang antiagama: anti yang dengan sakral-sakralan-(Akmal Sjafril). Jelasnya,
pendapat apapun bisa diterima atau dipertimbangkan asalkan tidak bersumber dari
agama. Bebas melakukan apapun asalkan tidak bawa-bawa agama. Secara logika
paham ini sangat tidak masuk akal, semua dinilai berdasarkan sumber bukan
isinya.
Contoh lain ketika seseorang atau suatu pihak berpaham sekular
adalah ketika diajak berdiskusi mengenai hukuman orang mencuri, Islam
menawarkan solusi berupa potong tangan yang memberikan efek jera. Namun mereka
menolak karena sumbernya dari Islam. Ada juga ketika dunia bingung mencari
solusi dari banyaknya kematian karena HIV/AIDS. Islam sudah punya solusi atas
masalah ini, yaitu menyalurkan kebutuhan biologis lewat jalan yang sah dan
halal menurut agama dan negara. Lagi-lagi solusi ini ditolak dan malah
menggunakan kondom sebagai solusi untuk menekan jumlah kematian korban HIV/AIDS
plus angka aborsi. Propaganda yang
dilakukan adalah dengan brain-washing
bahwa tidak bisa menuntut salah orang-orang yang melakukan hubungan
suka-sama-suka, mereka tidak mengganggu hak siapapun. Lalu Pahlawan Kondom datang seolah-olah menyelamatkan banyak jiwa namun
itu justru menghancurkan peradaban yang bermoral. Tak lupa, para ulama yang
ikhlas berdakwah tentang masalah ini juga dicaci maki karena dinilai mengukung
hak.
Saya ingat tentang salah satu aturan dari perlombaan debat bahasa
Inggris yang dulu sering diikuti SMA saya: tidak boleh bawa-bawa agama jika berargumen.
Kenapa? Apakah takut jika memang semua menyadari bahwa agama adalah solusi dari
setiap permasalahan?
Dalam biografi M. Natsir yang ditulis Ajip Rosidi disebutkan
bahwa suatu ketika beliau diundang dalam acara kongres wanita. Pimpinan sidang
saat itu wanita, berbagai pendapat dari tiap tokoh sudah disebutkan, pimpinan
sidang itu tidak membatasi waktu. Giliran Natsir yang menyampaikan pandangan
Islam, pimpinan sidang menyudahi meskipun Natsir belum selesai, jangan
bawa-bawa agama katanya. Akhirnya Natsir menjelaskan bahwa yang disampaikan
bukan Islamnya melainkan pendapat mengenai hak-hak wanita yang diatur Islam,
kemudian Natsir diberi waktu hanya dua menit.
Sekularisme saat ini lebih mengarah pada paham bahwa ‘haram’
hukumnya membawa solusi dari agama karena dianggap tidak netral. Oleh karena
itu ketika Turki dikuasi Mustafa Kemal, revolusi penetralan negara dari agama
dimulai. Jilbab diganti dengan pakaian ‘normal’, adzan menggunakan bahasa
Turki, dan lain-lain. Demikian ketika Indonesia yang tengah menghadapi berbagai
persoalan tidak diperkenankan berpendapat atas dasar Islam. Bahkan sekadar
menyampaikan firman mengenai kiat memilih pemimpin pun dianggap sebagai
provokasi SARA (Astaghfirullah).
Akibatnya, masyarakat bisa memiliki dua kepribadian. Bisa menjelma
sebagai muslim yang arif ketika di masjid dan hendak sholat, namun bisa sangat
anti terhadap agama ketika bericara masalah politik (misalnya). Padahal, Islam
dengan segala kesempurnaannya justru merangkul semua aspek kehidupan manusia,
ilmu, teknologi, politik, sosial, budaya, pertahanan, dan keamanan.
Arah paham secular sebenarnya lebih ke modernisasi kehidupan
manusia. Mereka berpikir (lagi) bahwa tidak selamanya manusia bisa berpegang
pada prinsip yang sama dari dulu. Perubahan yang signifikan diperlukan agar
kualitas manusia juga lebih baik. Sedangkah Islam memiliki kekokohan yang
bersifat menyeluruh mulai dari landasan dan pelaksanaan ideologinya. Jelas sekali
mengapa sekularisme sangat tidak cocok dengan Islam. Makanya saya cenderung
mempertanyakan apakah sekularisme itu antiagama atau hanya anti-Islam? Adakah agama
lain yang pernah bersiteru dengan paham ini? Tidak. Hanya Islam yang
didiskreditkan.
Sekian dulu pembahasan mengenai sekularisme, insya Allah
akan dilanjutkan lain kali dengan pluralisme dan liberalisme.
0 komentar:
Posting Komentar