Jumat, 13 Februari 2015

Menghakimi Dakwah Kreatif (1)

ujian praktiknya enggak pernah lulus XD
Uwow... pagi-pagi nge-blog menunggu matahari terbit. Alhamdhulillah, berangsur-angsur semangat menulis kembali normal. Jadi kepingin beli domain, deh. Heh, fokus, Kak!

Dalam waktu seminggu terakhir ini banyak banget kejadian penting yang berhasil mengalihkan perhatian dari rutinitas; mulai dari ketiban amanah besar sampai serius merancang program penyelamatan keluarga dari api neraka (kapan-kapan saya tuliskan, deh XP).



Saya kepikiran terus sama judul, terngiang-ngiang bahkan sampai cuci piring pun otak masih mengolah makna dari rentetan kata tersebut. Iya, tulisan ini tidak akan jauh-jauh dari dakwah dan keativitas. Kayaknya sering kejadian, ya, ketika sudah terbiasa melakukan atau merasakan sesuatu, namun secara spontan justru kita berusaha menanyakan pada diri sendiri tentang apa yang kita lakukan. Njelimet! Ya begitulah yang saya rasakan sekarang.

Dari berbagai referensi saya mendapatkan pengertian bahwa dakwah sebagai sebuah jalan yang wajib dilaksanakan oleh setiap muslim untuk menyeru pada kebaikan dan mencegah kemungkaran. Kemudian ada penjelasan lebih dalam mengenai apa itu menyeru kebaikan dan mencegah kemungkaran. Setelah mengerti keduanya tugas kita adalah mengkaji lebih dalam mengenai cara berdakwah serta akibat saat salah mengambil sikap. Huel, ini pelajaran seumur hidup yang enggak akan selesai dibahas dalam satu halaman blog gratisan seorang emak-emak yang gemar ngemil keju.

Dakwah lebih akrab di telinga, mata, dan lidah saya, sedangkan kreativitas adalah hal baru yang belum lama saya pedulikan. Berbekal diskusi dan kata orang, dalam bahasa saya kreativitas adalah kemampuan menciptakan solusi dari suatu masalah dengan cara yang efektif, efisien, dan beda.

Jika dua kata disatukan maka akan menimbulkan pengertian yang baru, dakwah kreatif. Apa itu dakwah kreatif? Di mana bisa menerapkan dakwah kreatif? Ruang lingkup seperti apa yang bisa dijamah dakwah kreatif? Bagaimana dakwah kreatif bisa dilakukan?

"Atuhlah, tauknya cuma dakwah yang pake gambar-gambar itu, namanya dakwah kreatip!"
 Menurut saya, dakwah sendiri sejatinya wajib untuk kreatif. Seorang da'i (pendakwah) harus mampu memilah dan memilih metode apa yang hendak digunakan untuk menyeru mad'u-nya (objek dakwah). Da'i harus mampu memahami kondisi, memberi solusi paling baik dan masuk akal sehingga ia (pada akhirnya) menjadi representasi Islam. Berat, ya? Namanya juga tujuan jangka panjang.

Namun, agar sesuai dengan konteks dan pemahaman umum maka dakwah kreatif pun mesti kita persempit lagi maknanya. Dalam kamus ngawur saya, dakwah kreatif berarti optimalisasi seluruh aspek yang memengaruhi peradaban (teknologi, gaya hidup, tren) untuk menyeru pada kebaikan dan mencegak kemungkaran. Aduh, maaf, sudah lama enggak pakai bahasa Ndewo, kapasitas otak enggak mendukung jadi ya pakai kosakata seadanya //dilemparulekan

Yak, begitulah. Seperti ini pemahaman yang saya miliki. Mengumpulkan informasi, mengkaji, kemudian memanfaatkan semua aspek dan potensi yang ada untuk berdakwah, itulah dakwah kreatif. Sedangkan contoh yang sudah sangat umum (bahkan cenderung membuat makna dakwah kreatif menjadi sempit) adalah dakwah visual. Semua yang dibuat karya visual dikatagorikan sebagai dakwah kreatif. Enggak apa-apa, sih, cuma kasihan karena membatasi ruang lingkup kreatif itu sendiri. Bahkan dalam berbagai kasus ada sekelompok orang yang bermaksud keluar dari batas itu untuk menjelajah malah menerima penghakiman.

Eng ing eeeng... Akhirnya kita sampai juga pada inti permasalahan. Lain waktu saya teruskan. Jalanan sudah terang, waktunya pergi ke pasar sebelum Juragan pulang dari shift malam.

0 komentar:

Posting Komentar