Sabtu, 09 Februari 2013

Karena Aku Dakwah Hancur


Rasulullah SAW dengan segala kesempurnaan manusia yang ada pada diri beliau (juga izin Allah SWT) memperjuangkan dakwah Islamiyah hingga kini buah dakwah itu telah mampu kita rasakan. Bermula dari sebuah wahyu hingga terkumpul orang-orang (yang juga luar biasa) pilihan Allah untuk bergabung menebarkan kebaikan hakiki. Rasulullah dan orang-orang tersebut bukanlah sekumpulan manusia yang serupa, baik karakter, status sosial, warna kulit, maupun harta, mereka berbeda. Akan tetapi satu hal yang mereka junjung adalah sama, menegakkan tauhid di muka bumi.

Saya berpikir mengapa mereka bisa begitu kuat dan bertahan padahal iming-iming harta, kekuasaan, dan cinta tak pernah berhenti mematahkan setiap langkah perjuangan. Mengapa mereka tidak memilih kehidupan yang lebih mudah meski kadang sakit hati menjadi penyanding bagi mereka. kekecewaan yang mereka hadapi pun jauh lebih besar daripada kekecewaan yang mungkin sering saya (dan kawan-kawan) rasakan. Bagaimana bisa mereka tetap setia kepada seorang Muhammad padahal beliau tidak pernah menjanjikan apapun.

Dalam setiap langkah kejenuhan saya bertanya-tanya, masih adakah sosok Usman yang begitu sopan, Umar yang tegas, Ali yang cerdas, Abu Bakar yang sangat dermawan, Ummu Salamah yang sabar dan tak pernah menangis lemah, Musab bin Umair yang rela menyerahkan semua urusan dunianya demi Allah. Sungguh mereka adalah manusia-manusia terbaik di sisi Allah.

Banyak buku-buku yang menuliskan keteguhan hati para sahabat dan sahabiyah dalam berdakwah. Pribadi yang sholeh dengan cirri khas masing-masing terhimpun dalam satu ketaqwaan yang shahih. Selain keyakinan yang besar terhadap Allah, mereka adalah orang-orang yang menyadari benar tentang siapa dan apa tugas mereka masing-masing. Mereka tidak pernah mengatakan ‘dakwah membutuhkan saya’, tetapi mereka meyakini bahwa sekecil apapun mereka dalam dakwah ini mereka tetap bagian dari dakwah yang harus tetap berjalan. Mereka yakin apabila kerusakan kecil yang tiap individu lakukan akan berdampak besar pada dakwah. Seperti halnya kekalahan perang yang dipimpin oleh Umar bin Khatab ra, seorang tentara tidak bersiwak. Sehingga manusia-manusia terbaik itu tidak melakukan apapun selain terus berupaya memperbaiki diri, berkhuznuzon terhadap saudara, pemimpin, dan hanya mengharap berkah dari Allah SWT.

Mungkinkah itu sebabnya mengapa saat ini seolah dakwah (kampus) tengah mengalami fase terajegnya. Ketika semua permasalahan terus muncul bak bertunas baru di tengah lahan kampus yang seharusnya kita siangi agar subur bila ditanam bibit-bibit kemuliaan Islam.

Astaghfirullahhal’adzim… berapa kali kita beristighfar akan satu detik kelalaian.

Astaghfirullahhal’adzim… atas kemalasan sehingga kita lebih memilih untuk mengobrol (kadang mengghibahi saudara dengan hal-hal asumtif) daripada meluangkan waktu untuk membaca buku dan diskusi.

Astaghfirullahhal’adzim… atas keegoisan diri yang selalu menuntut dipahami kepribadiannya tanpa mau memahami bahwa masih banyak hal yang harus diselesaikan untuk dakwah ini

Astaghfirullahhal’adzim… atas segala prasangka yang membuat enggan melaksanakan setiap ta’limat dakwah

Astaghfirullahhal’adzim… atas kesiasiaan yang telah dilakukan, nonton film sampai larut malam, padahal jika digunakan untuk belajar ataupun bersilahturahim akan jauh lebih baik

Astaghfirullahhal’adzim… atas penodaan terhadap dakwah, tidak patuh jam akhwat sehingga mencoreng wajah dakwah dan muslimah sholehah lainnya

Astaghfirullahhal’adzim… atas kelalaian menasihati pemimpin dan jundi sehingga sesak rasa di hati menimbulkan kerak-kerak hasad

Astaghfirullahhal’adzim… atas sikap yang seolah-olah menyalahkan dakwah ketika nilai ujian jatuh, padahal bisa jadi karena apa-apa yang kita kerjakan belum diberkahi oleh Allah

Astaghfirullahhal’adzim… atas komitmen dakwah yang tergadai demi naluri dan hasrat sendiri

Astaghfirullahhal’adzim… atas prasangka bahwa kita tidak berguna, apakah itu bentuk kerendahhatian ketika secara tidak langsung justru kita menumbalkan saudara yang lain untuk berpikir lebih keras, lebih banyak, lebih jauh, dan lebih tersakiti ketika dianggap ‘meninggalkan’ kita yang terseok-seok.

Astaghfirullahhal’adzim… atas segala pembelaan diri

Astaghfirullahhal’adzim… atas kealpaan bahwa setiap keberhasilan dan kegagalan dalam dakwah ini sudah menjadi kehendak Allah

Astaghfirullahhal’adzim… atas ketidaktawakalan

Seandainya kita semua (elemen dakwah kampus) merasakan menjadi satu sekrup kecil dalam rangkaian mesin motor, ketika satu cacat pada diri kita maka akan menyebabkan masalah pada mesin motor tersebut. Itulah mengapa kita dituntut untuk selalu berupaya memperbaiki diri dan hanya mengharap ridho Allah SWT. Kita kadang lupa bahwa apa yang kita perjuangkan ini adalah untuk-Nya, bukan yang lain.


0 komentar:

Posting Komentar