“Ya Tuhan kami, janganlah Engkau palingkan
hati kami setelah Engkau memberi petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada
kami rahmat dari sisi Mu. Sesungguhnya Engkau Maha Pemberi karunia” (QS Ali
Imran ayat 8)
Sejatinya kebijakan dakwah yang dibentuk hanya
untuk kemaslahatan bersama. Fitnah bertubi-tubi yang menyerang kalangan wanita
tak ubahnya telah menjadi PR bagi para qiyadhah dakwah (termasuk setingkat kampus
yang paling sederhana).
Ketika diberlakukan jam malam guna melindungi izzah (harga diri) para akhwat tidak selayaknya penolakan kebijakan tersebut justru dimotori oleh aktivis dakwah sendiri dengan dalih apapun yang berusaha disyar’ikan. Rapat koordinasi, syuro, secara tidak sadar telah dicari-cari rukhsoh yang sama sekali tidak dapat dibenarkan.
Ketika diberlakukan jam malam guna melindungi izzah (harga diri) para akhwat tidak selayaknya penolakan kebijakan tersebut justru dimotori oleh aktivis dakwah sendiri dengan dalih apapun yang berusaha disyar’ikan. Rapat koordinasi, syuro, secara tidak sadar telah dicari-cari rukhsoh yang sama sekali tidak dapat dibenarkan.
Tidak cukupkan berbagai teguran dari Allah
mengenai hal ini? Beberapa waktu lalu ada kejadian-kejadian yang sangat buruk
menimpa kaum hawa seperti pemerkosaan di kendaraan umum, perampokan, hingga
pembunuhan. Kelompok liberalis mengatakan bahwa ini murni tindak kejahatan. Namun
secara logika dan ilmiah tidak mungkin kejahatan terjadi jika tanpa ada pemicu.
Dari berbagai analisis masalah, beberapa kasus kejahatan kaum hawa terjadi
dengan faktor yang sama yakni: keluar malam, sendiri, dalam keadaan lemah. Akan
selalu ada hubungan sebab-akibat dalam tiap masalah.
Terkait kebijakan jam akhwat yang sudah berusaha
diberlakukan sejak beberapa tahun terakhir ternyata masih belum mampu
memberikan suatu ‘reflek’ otomatis pada diri akhwat-akhwat kebanyakan. Jadi wajar
saja ketika kebijakan belum juga membudaya jika komunitas pelopornya (aktivis
dakwah akhwat) saja masih belum paham esensi dan menerapkannya.
“Afwan pulang malam (lewat pukul 22.30), tadi
habis ada rapat koordinasi.”
“Afwan ya, ba’da isya’ ada syuro dulu.”
“Afwan tadi ngerjain tugas dari dosen.”
“Afwan nggak bisa pulang cepat, nggak enak sama
si A.”
Keafwanan mana lagi yang tidak pernah
diperdengarkan untuk meringankan segala bentuk pelanggaran jam malam? Sebenarnya
jika kita semua sama-sama memahami bahwa waktu 24 jam sudah sangat cukup untuk
kita gunakan sebaik-baiknya. Nikmat Allah sudah lengkap. Di mana kebiasaan para
generasi tangguh yang mengorbankan waktu ba’da subuh indah dengan syuro. Apakah
terasa sulit syuro dan rapat ba’da subuh (sebelum kuliah)? ataukah karena
justru pagi hari tersita atas online sampai
larut malam?
Alloh berfirman yang artinya, “Dan (ingatlah juga) ketika Robb kalian
mengatakan, ‘Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah
(nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku) maka ketahuilah
sesungguhnya adzab-Ku sangat pedih’.” (QS. 14: 7). Dalam ayat yang mulia
ini, Alloh Azza wa Jalla memberikan janji kepada para hamba-Nya yang mau
bersyukur, sekaligus memberikan ancaman yang keras bagi mereka yang berani
untuk kufur kepada-Nya. Dalam hal waktu, adakah cara yang lebih baik
mensyukurinya selain dengan memanfaatkan sebaik-baik mungkin?
0 komentar:
Posting Komentar