Bismillah...
Kali ini saya
mau komentar sendikit tentang film yang barusan rilis dari sutradara Hanung
Bramantyo. Saya belum nonton filmnya (kayaknya juga belum ada di bioskop), tahu
berita ini dari Kang Gatse (koordinator pusat #IndonesiaTanpaJIL) dari akun
twitter beliau.
Saya memang
belum nonton film full tapi sudah nonton trailernya.
Untuk yang mau baca sinopsisnya mangga...
Tagline: Apa yang dipersatukan TUHAN. Tidak dapat dipisahkan oleh
manusia.
Sinopsis Singkat:
Menceritakan
tentang sepasang kekasih yang berbeda keyakinan Diana dan Cahyo. Namun saat
mereka mulai mencoba melanjutkan ke jenjang yang lebih serius, orang tua mereka
sangat bertentangan dengan rencana ini. Hingga dilema mereka memuncak saat
Diana dijodohkan oleh Oka pria pilihan ibunya.
Sinopsis Lengkap:
Cahyo, cowok
ganteng asal Yogja, bekerja sebagai chef di Jakarta. Ia anak pasangan Fadholi
dan Munawaroh, keluarga muslim yang taat beribadah. Cahyo berusaha lepas dari
kesedihan setelah ditinggal selingkuh sang kekasih, Mitha.
Diana, gadis asal Padang. Perempuan berparas sangat Indonesia, mahasiswa jurusan seni tari. Ia tinggal bersama om dan tantenya di Jakarta. Keluarga Diana penganut Katolik taat. Cahyo dan Diana bertemu di pertunjukan tari kontemporer di Jakarta. Mereka memutuskan berpacaran walaupun berbeda keyakinan. Mereka bahkan serius melanjutkan hubungan hingga jenjang pernikahan.
Diana was-was ketika Chayo mengajaknya menemui orangtuanya. Ibu Cahyo bisa memahami cinta anaknya, tapi tidak Pak Fadholi. Sampai kapan pun Pak Fadholi tidak akan merestui Cahyo. Bila Cahyo memaksa, Pak Fadholi memilih memutus tali keluarga. Tidak mudah bagi Cahyo dan Diana menjalani cinta beda keyakinan.
Ibu Diana juga keberatan dengan pilihan putrinya. Kakak-kakak Diana, termasuk om dan tantenya, telah meninggalkan keyakinan mereka. Itu sebabnya, Demi kesehatan ibunya, Diana akhirnya kembali ke Padang dan menerima perjodohan dengan dokter Oka, lelaki pilihan ibuanya dan seiman. Ia coba tutup hatinya untuk Cahyo.
Cahyo melewati masa terburuk dalam hidupnya. Cahyo berkesimpulan bahwa Diana tak ada bedanya dengan Mitha yang lari ke pelukan laki-laki lain. Di Padang, Diana berusaha mencintai Oka, dan Oka berusaha membantunya melupakan Cahyo.
Ada satu yang masih sulit dilupakan Cahyo maupun Diana, bahwa mereka sesungguhnya telah diikrarkan bukan karena keyakinan, tapi karena cinta.
Diana, gadis asal Padang. Perempuan berparas sangat Indonesia, mahasiswa jurusan seni tari. Ia tinggal bersama om dan tantenya di Jakarta. Keluarga Diana penganut Katolik taat. Cahyo dan Diana bertemu di pertunjukan tari kontemporer di Jakarta. Mereka memutuskan berpacaran walaupun berbeda keyakinan. Mereka bahkan serius melanjutkan hubungan hingga jenjang pernikahan.
Diana was-was ketika Chayo mengajaknya menemui orangtuanya. Ibu Cahyo bisa memahami cinta anaknya, tapi tidak Pak Fadholi. Sampai kapan pun Pak Fadholi tidak akan merestui Cahyo. Bila Cahyo memaksa, Pak Fadholi memilih memutus tali keluarga. Tidak mudah bagi Cahyo dan Diana menjalani cinta beda keyakinan.
Ibu Diana juga keberatan dengan pilihan putrinya. Kakak-kakak Diana, termasuk om dan tantenya, telah meninggalkan keyakinan mereka. Itu sebabnya, Demi kesehatan ibunya, Diana akhirnya kembali ke Padang dan menerima perjodohan dengan dokter Oka, lelaki pilihan ibuanya dan seiman. Ia coba tutup hatinya untuk Cahyo.
Cahyo melewati masa terburuk dalam hidupnya. Cahyo berkesimpulan bahwa Diana tak ada bedanya dengan Mitha yang lari ke pelukan laki-laki lain. Di Padang, Diana berusaha mencintai Oka, dan Oka berusaha membantunya melupakan Cahyo.
Ada satu yang masih sulit dilupakan Cahyo maupun Diana, bahwa mereka sesungguhnya telah diikrarkan bukan karena keyakinan, tapi karena cinta.
Negara & Tanggal Rilis: Indonesia, 27 Desember 2012
Klasifikasi: 13+
Bahasa: Bahasa Indonesia
Warna: Warna
Sutradara: Hanung Bramantyo dan Hestu Saputra
Status: Selesai / Rilis
(sumber: www.indonesianfilmcenter.com)
Yang ingin saya komentari banyak, mencoba objektif. Dari tagline saya menyimpulkan jika pesan yang ingin disampaikan film ini adalah tidak seharusnya manusia memisahkan sesuatu yang sudah disatukan oleh TUHAN. Err... ya gitu deh... maksudnya kalau hati manusia itu udah satu (yang katanya sudah disatukan TUHAN) tidak ada hak bagi manusia lain untuk memisahkan pasangan dengan dalih apapun termasuk dengan alasan perbedaan keyakinan (agama). Saya langsung 'cung in', Tuhan mana yang dimaksud????
Saya tidak akan banyak komentar tentang pernikahan beda agama, boleh atau tidak, karena dalam keyakinan saya tidak boleh. Jika memang tidak ada dalilnya haram atau bagaimana, buat saya pernikahan itu menyatukan visi dan prinsip hidup untuk mendidik generasi. Kalau prinsip hidupnya saja beda gimana selanjutnya kan? -- oke, saya nggak akan bahas ini terus, masalahnya bisa makin panjang dan menimbulkan keresahan untuk yang jomblo.
Kembali ke film Cinta Tapi Beda, keluarga Cahyo yang memang paham agama seperti mengerti betul tentang hukum pernikahan beda agama. Oleh karena itu mereka menolak keras ketika Cahyo meminta izin menikahi Diana. Masalah bertambah rumit ketika pihak KUA tidak bisa melegalkan pernikahan mereka karena peraturan pemerintah sangat ketat tentang perbedaan keyakinan, malah menyarankan salah satu pindah agama.
Nah ini, pindah agama. Ada banci di film itu yang bilang ke Cahyo, pilihannya cuma ada dua: Diana masuk Islam atau Cahyo yang dibaptis.
Diana berkata, "Inikan cuma soal legalisasi, apa susahnya sih kamu ngaku Khatolik. Urusan ngebesarin anak bisa kita omonginlah"
Cahyo menjawab, "Kalau kamu mau masuk Islam juga nggak akan ada negosiasi."
Diana dan Cahyo saling lempar-lemparan siapa yang mau masuk agama siapa. Sama-sama keukeuh lahya...
Sampai di sini saya nggak ada masalah. Selanjutnya ada perkataan Cahyo pada bapaknya yang sedikit bikin 'ngik', "Otoritas yang menentukan seseorang beriman atau tidak, musrik atau tidak, itu siapa? Setahu saya tidak ada paksaan dalam beragama."
Gerah...gerah...gerah...
Bapaknya Cahyo membalas, "Kalau kamu masuk neraka, bapak sama ibu kamu juga kena."
Karena film ini (katanya) kisah nyata, berarti masalahnya kemungkinan nggak sekadar sebatas urusan Cahyo dan Diana. Digeneralkan deh, antara masuk Islam dan murtad.
Diana seolah-oleh menggampangkan perkara pengakuan Cahyo sebagai Khatolik agar dapat diterima pengajuan pernikahan mereka ke KUA. Si Cahyo menolak, kalau saya jadi Cahyo saya akan berargumen bahwa keimanan itu tiga paket: diyakini dalam hati, dilafalkan dengan lisan, dilakukan sebagai amalan. Diana tidak bisa memaksa Cahyo walau hanya sekadar mengaku Khatolik karena itu berarti menciderai keimanan Cahyo. Kita juga diingatkan kembali terhadap sosok luar biasa Bilal bin Rabah yang dipaksa mengatakan bahwa tuannya lebih hebat daripada Allah sehingga ia disiksa sampai Abu Bakar menebusnya. Tentang iman ini dalilnya banyak lhooo... bisa dibaca di sini.
So, mau untuk legalitas atau apa nggak bisa seorang muslim mengaku murtad :)
Teruuus... tentang perkataan Cahyo yang menanyakan otoritas siapa yang menentukan seseorang beriman atau tidak dan kebebasan beragama...
Saya jadi pengen tanya langsung ke Cahyo, "Menurutmu iman itu apa? Yang dianggap beriman ke Allah itu yang gimana? Apa masuk Khatolik mengimana Allah? Iman ke Allah=Allah satu-satunya Tuhan. Lhah Khatolik kan Tuhannya ada tiga (trinitas). Nahhhh????"
Oke-oke... banyak banget yang ngaco memang. Tapi inti dari celoteh saya di atas adalah ya yang pertama tadi.
Cahyo dan Diana tidak dipisahkan manusia, tapi ketentuan Allah yang menyatakan demikian. Saya khawatir dan naruh perhatian banyak ke kalimat kedua ini. Yah semacam memanusiakan hukum Allah gitu, efeknya umat Islam akan ragu pada ajaran mereka sendiri. Mirip propaganda JIL.Apa yang dipersatukan TUHAN. Tidak dapat dipisahkan oleh manusia.
Penggampangan masalah status agama dan keimanan juga saya khwatirkan. Efeknya, tidak menutup kemungkinan akan semakin banyak muslim murtad karena alasannya 'kan hanya pengakuan, bukan dari hati'.
Dari sudut pandang sutradaranya, saya cukup dikecewakan dengan propaganda di film Mas Hanung sebelumnya tentang film '?' yang memang penuh dengan tanda tanya dan propaganda diskreditkan Islam. Apapun tujuan Mas Hanung bikin film ini semoga demi kebaikan bersama, tapi tetep aja yah (nggak tahu kenapa) naluri muslim saya beneran khawatir jika nanti lebih banyak korban murtad berjatuhan... Naudzubillah...
Semoga deh ya, nanti dari teman-teman LDK atau organisasi Islam lainnya untuk menjadikan film ini sebagai bahan diskusi intelektual penambah keimanan.... hihi... Salah kata dan cara berpikir saya minta maafkan ke teman-teman dan mohon ampun tentunya hanya kepada Allah SWT.
0 komentar:
Posting Komentar