Rabu, 07 November 2012

Afwan, Ana Nggak Sempat OL



“Ana nggak tahu menahu soal isu ini. Nggak ada yang ngasih tahu ana.”

“Ente ke mana aja, permasalahan begini nggak bisa di-share, harus menyaksikan sendiri di facebook n situs beritanya.”

“Afwan, ana nggak sempat OL,” kata seorang akhwat kepada temannya. Saat itu tengah ramai diperbincangkan mengenai suatu permasalahan yang menganjurkan agar para aktivis dakwah untuk sesering mungkin mengecek pemberitaan di internet



Ada yang mengatakan kalau zaman sekarang dunia hiburan seperti jamur. Kalau jamur ada yang beracun dan tidak berbahaya, maka yang lebih banyak ya jamur beracun alias dunia hiburan lebih banyak mendatangkan mudhorot daripada maslahat. Dunia hiburan yang lebih disoroti tentu dari medianya, internet dan TV.  Iseng-iseng browsing  karena penasaran dengan dunia maya (sebab dan tersangka menyebarnya virus alay anak muda—duh sedih). Alhamdhulillah dapat beberapa berita yang unik dan perlu menjadi notifikasi untuk para aktivis dakwah.

Kejahatan pada media cyber (maya) semakin banyak terjadi. Berbagai modus yang dilakukan oleh pelaku kejahatan pada kecanggihan teknologi ini sulit untuk dihindari. Direktur Kriminal Khusus Polda Metro Jaya Sufyan Syarif mengatakan, sebanyak 925 kasus kejahatan cyber crime (kejahatan pada dunia maya) terjadi pada 2011. Menurut Sufyan, kejahatan di dunia maya melebihi tingkat kriminalitas yang lain. Jika dibandingkan, jumlahnya bisa mencapai lima kali lipatnya. (kompas.com)

Ingat juga sih tentang film ‘Republik Twitter’ yang menurut cerita teman-teman sinopsisnya tentang intrik politik berisi kepentingan-kepentingan beberapa pihak yang menggunakan twitter sebagai media pencitraan ataupun tempat isu-isu berawal, mengingat juga pengguna twitter di Indonesia yang menduduki peringkat atas terbanyak. Saya belum menonton film ‘Republik Twitter’ secara langsung, tetapi seperti menyaksikan sendiri betapa akun-akun pejabat dan kritikus nasional saling menyerang. Selain itu juga perang ideologi bahkan penistaan agama sering bermula dari twitter.

Beberapa hari yang lalu ada teman saya yang bernostalgia dengan zaman kami kecil dan membandingkan kecanggihan teknologi sekarang. Zaman kami usia anak TK, tak jauh dari bola bekel dan lompat tali mainan sekari-hari kami, atau mendandani truk (mainan dari nenek saya!) seperti mendandani boneka barbie. Saat menengok kondisi anak TK sekarang, luar biasa, pegangan mereka sudah tablet dan BB.

Lucu ya. Lucu ketika zaman sudah berhasil diotak-atik musuh Islam. Lucu ketika kita saat ini malah sibuk menyalahkan korban (si anak-anak unyu itu) karena mereka terdidik dengan cara yang kurang tepat. Lalu apa yang bisa kita lakukan untuk menghendaki kondisi yang demikian? Menghack sumber server jejaring sosial? Menekan produsen smartphone yang kian mudah memasarkan produknya? Menceramahi orang tua agar berhenti mengajarkan hal-hal yang tidak baik untuk anak?

Maka saya akan balik bertanya, apa yang bisa semut kecil seperti kita lakukan untuk mengalahkan raksasa media dan kekuasaan uang untuk ramah terhadap kehidupan seperti dulu? Ingat, sains itu dinamis dan semua orang menuntut adanya perkembangan zaman. Kita juga tidak bisa serta merta meminta agar orang tua menyuruh anaknya tetap mempertahankan ajaran konvensional seperti kita karena zaman sudah semakin modern. Intinya, inilah zaman di mana ilmu dan rekayasa (sosial dan teknologi) bagaikan jamur di musim hujan.

Pernah ada suatu kajian mengenai arti kata mukjizat yaitu sebagai senjata, senjata untuk berdakwah. Secara konstektual hal ini disampaikan melalui contoh dan studi kasus. Saat zaman Nabi Musa hal yang paling disorot adalah sihir, maka Allah meberikan mukjizat (senjata) berupa tongkat yang dapat berubah menjadi ular besar. Pada zaman Nabi Isa yang sangat berkembang adalah ilmu kedokteran, maka mukjizat (senjata) yang diberikan Allah berupa kemampuan menyembuhkan orang sakit. Karena pada zaman Rasulullah sastra sangat berkembang, maka Al Quran yang menjadi senjata. Saya menyimpulkan dengan pemahaman level kelas teri bahwa kondisi suatu zaman memang mengharuskan adanya metode dakwah yang tepat. Kalau dipaksa untuk mengaitkan dengan kondisi sekarang ya bisa jadi dakwah media adalah salah satu metode dakwah yang utama.

Pengorbanan adalah keniscayaan di jalan ini, saya kira tidak akan sampai lupa persyaratan dakwah di jalan ini yang sudah jelas ada tiga karakternya: jalannya terjal, panjang, dan sedikit orangnya. Saat berbincang-bincang mengenai pengorbanan saya berpikir bahwa inilah nikmatnya keluar dari zona aman dan nyaman. Adakah yang bertanya-tanya mengapa pembahasan mengenai internet bisa sampai pengorbanan? He he he…

Kita sendiri pun menyadari bahwa perbandingan antara pengguna internet di jalan yang baik dan benar kurang mampu menandingi mereka yang menggunakannya untuk kedzaliman. Target dakwah pun lebih banyak mengonsumsi hal-hal kurang bermanfaat dibanding tausyiah-tausyiah dari para aktivis dakwah. Seperti kekuarangan masa dan dengan ini saya menarik simpulan bahwa kebutuhan akan dakwah media membuat sosial media masuk dalam kategori wasilah dakwah juga.

Terlihat mudah ya ‘dakwah media’ itu? Terlihat hanya cukup menebar tausyiah di setiap tulisan kita. Namun ternyata jauh lebih dalam kita menyelami, banyak hal-hal yang seharusnya menampar pipi kita satu per satu. Adapun dakwah itu sendiri tidak hanya menyeru berbuat baik, termasuk pula mencegah kemungkaran. Yang kita tahu adalah kemungkaran di dunia nyata dapat ditularkan melalui media.
Namun, sekecil apapun kontribusi terhadap dakwah media saya pribadi sangat mengapresiasi teman-teman yang sudah melakukan hal demikian. Kita bukan mereka yang canggih mengelola media berita secara syar’i dan baik, kita bukan mereka yang mampu membuat berbagai situs dakwah islamiyah, kita bukan mereka yang pandai meliput informasi dunia demi keterbukaan permasalahan ke publik. Yang kita dapat lakukan adalah menggunakan apa-apa yang tersedia dengan baik. Caranya hanya satu, baca! Baca segala informasi yang telah ada, baca segala hal yang menimbulkan perkara dan solusinya. Khusus untuk saat ini hal paling sederhana adalah menggunakan facebook dan twitter dengan sebaik-baiknya.

Permasalahan sekarang adalah justru sebagian aktivis dakwah sudah merasa disibukkan dengan aktivitas nyatanya sampai-sampai melupakan dua media itu. Mereka punya facebook dan twitter tapi kalau boleh dipersonifikasikan dua akun tersebut seakan ditumbuhi sarang laba-laba. Sekalipun ada yang aktif ‘bermain’, kebanyakan yang ada hanya celoteh penuh keluh kesah, tidak ada bedanya dengan para mad’u.

Kita kan aktivis dakwah ya, selalu membudayakan tabayun atau klarifikasi. Untuk masalah (eghem) sepele seperti banyak sekali rukhsoh-nya, seperti tidak punya laptop, tidak ada modem, fasilitas di handphone tidak memadai. Ya itu semua tentu dimaklumi. Tapi kalau sengaja mencari rukhsoh dengan mengatakan ‘Afwan, ana nggak sempat OL’ padahal semua fasilitas ada??? Apa yang membuat tidak sempat jika untuk hal sesederhana online hanya perlu waktu 10 menit dan itu pun bisa sambil mengerjakan hal lain? Ini bukan masalah online-nya, sekali lagi saya tegaskan bahwa begitu banyak nilai-nilai urgensitas dakwah media jika kita peka terhadap dakwah. Kita perlu pengorbanan, termasuk berkorban menggadai rasa malas dan enggan mencari kebaikan.

Yah, sekali lagi saya katakan bahwa apapun yang saya tuliskan ini hanya anjuran dari pemahaman kelas teri yang berusaha naik level menjadi kelas ikan kembung (eh). Afwan jddan, qaqa…
Categories: ,

0 komentar:

Posting Komentar