Akan ada banyak fakta menarik tentang
kekuasaan pers di negeri ini. Menyingkap kembali peranan pers pada masa-masa awal
kemerdekaan NKRI, informasi mengenai besar tersebut dapat tersebar hingga
penjuru pelosok negeri karena adanya pers. Meskipun sampainya berita masih
terkendala akomodasi, namun berita tersebut tetap sampai di telinga penduduk sehingga
mereka semua dapat mempersiapkan kebangkitan setelah lebih dari tiga abad
terjajah kolonial.
Tak lupa sejarah mencatat tentang tumbangnya rezim Soeharto
pada tahun 1998, media masa (baik cetak maupun elektronik) berlomba-lomba
memunculkan sosok mereka. Kita mengerti bahwa peranan pers saat Soeharto
memimpin bangsa ini tak ubahnya hanya sebagai boneka yang digunakan untuk terus
meninggikan kekuasaan rezim tersebut, tidak bebas dan penuh skedario. Maka setelah
euforia kebebasan pers setelah 1998, rasanya hampir tidak ada tingkah para
penguasa negeri yang luput dari pengawasan rakyat.
Uraian di
atas merupakan beberapa cuplikan dari peran pers sebagai media transfer
informasi dan pengawas kebijakan publik. Di ruang lingkup kemahasiswaan pun
pers diperlukan mengingat kebutuhan masyarakat kampus (dalam hal ini mahasiswa)
terhadap informasi seputar kampus sangat tinggi. Untuk itulah banyak sekali
wadah kemahasiswaan yang menaungi kebutuhan tersebut dalam bentuk pers kampus.
Pers kampus
adalah berkala yang diterbitkan oleh mahasiswa untuk mahasiswa di dalam kampus
perguruan tinggi. Karenanya, pers kampus sering pula disebut “Pers Mahasiswa”. Di
Amerika Serikat dan Eropa Barat, Pers Kampus dinamakan Student
Newspapers (Suratkabar atau Koran Mahasiswa) atau Student
Publications (Penerbitan Mahasiswa), bukan Campus Press karena istilah Pers Kampus sebenarnya mencakup
berbagai penerbitan yang ada di lingkungan kampus, seperti majalah ilmiah yang
diterbitkan pihak universitas atau fakultas, buku-buku teks, dan diktat materi
perkuliahan. Di Indonesia, yang dimaksud Pers Kampus adalah media massa yang
dikelola oleh mahasiswa di sebuah kampus perguruan tinggi, baik berupa majalah,
jurnal, buletin, maupun suratkabar. Pangsa pasarnya atau target pembacanya
adalah kalangan mahasiswa juga.
Saya lebih senang menyebut pers kampus
sebagai Elite Paper karena secara
karakteristik inilah alat yang bisa menguatkan fungsi mahasiswa sebagai agen
perubahan dan kontrol pemerintahan atas kebijakan yang berlaku. Kembali pada
fakta-fakta tentang bargaining position
pers, pers (dalam bentuk tulisan maupun tayangan) telah menjadi mata pengawas
bagi pemerintahan, informasi vital yang disampaikan pers pada masa lalu juga
membuktikan bahwa kekuatan pers sebagai penguat suatu rezim sangat besar.
Menyikapi atas menurunnya kepekaan
mahasiswa yang semakin mendekati titik keapatisan, rasanya pers kampus juga
turut andil dalam hal ini. Ketidakmerataan informasi dan tegangan mengenai
urgensi pergerakan karena adanya perbedaan orientasi antara kubu pergerakan
(aktivis kampus) dengan kubu statis (para study
oriented) boleh jadi karena informasi tidak terkelola dan tersebar secara
baik di lingkungan kampus itu sendiri. Kubu statis cenderung akan menganggap
bahwa persoalan di luar sana akan selesai tapa mereka turun tangan dan lebih
mempertegas bahwa dengan belajar saja mereka akan turut membangun negeri. Berbeda
dengan kubu pergerakan, mereka berpikir bahwa dengan peduli terhadap lingkungan
mereka akan mampu melaksanakan fungsi mahasiswa secara utuh. Solusi dari
ketidaksamaan pandangan ini disebabkan pers kampus yang tidak berfungsi secara
optimal.
Lalu bagaimanakan karakteristik pers kampus yang ideal? Pakar
jurnalistik dari Universitas Stanford, William L. Rivers, sebagaimana dikutip
Assegaf (1985:104), mengemukakan karakteristik ideal sebuah Pers Kampus sebagai
berikut:
1. Harus mengikuti pendekatan jurnalistik yang serius (must be approached as a serious work of journalism).
2. Harus berisikan kejadian-kejadian yang bernilai berita bagi lembaga dan kehidupannya (It should report and explain newsworthly events in the life of the institution).
3. Harus menjadi wadah bagi penyaluran ekspresi mahasiswa (provide medium for student expression).
4. Haruslah mampu menjadi pers yang diperlukan oleh komunitas kampusnya (It should make itself indispensable to the school community).
5. Tidak boleh menjadi alat klik atau permainan yang memuaskan kelompok kecil di kampus (It can’t be a clique operation a toy for the amusement of a small group).
6. Harus dapat memenuhi fungsinya sebagai media komunikasi (Serve the purpose of mass communications).
1. Harus mengikuti pendekatan jurnalistik yang serius (must be approached as a serious work of journalism).
2. Harus berisikan kejadian-kejadian yang bernilai berita bagi lembaga dan kehidupannya (It should report and explain newsworthly events in the life of the institution).
3. Harus menjadi wadah bagi penyaluran ekspresi mahasiswa (provide medium for student expression).
4. Haruslah mampu menjadi pers yang diperlukan oleh komunitas kampusnya (It should make itself indispensable to the school community).
5. Tidak boleh menjadi alat klik atau permainan yang memuaskan kelompok kecil di kampus (It can’t be a clique operation a toy for the amusement of a small group).
6. Harus dapat memenuhi fungsinya sebagai media komunikasi (Serve the purpose of mass communications).
Wadah pers kampus saat ini bahkan sudah dibakukan sebagai
suatu Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) yang berdiri sebagai badan otonom yang
netral dan tidak memiliki kecenderungan berpihak pada lembaga manapun. Masalahnya
sekarang, bagaimana cara agar UKM pers kampus saat ini benar-benar qualified untuk menjalankan fungsinya? Saya
sendiri bingung jika ditanya siapa yang mengalami degradasi, semangat
mahasiswanya ataukah sistem yang bobrok secara berjamaah di lingkup nasional?
*koreksi bila saya
salah
0 komentar:
Posting Komentar