Kamis, 09 Agustus 2012

Pers Kampus, Bukan Sekadar Unit Kegiatan

Akan ada banyak fakta menarik tentang kekuasaan pers di negeri ini. Menyingkap kembali peranan pers pada masa-masa awal kemerdekaan NKRI, informasi mengenai besar tersebut dapat tersebar hingga penjuru pelosok negeri karena adanya pers. Meskipun sampainya berita masih terkendala akomodasi, namun berita tersebut tetap sampai di telinga penduduk sehingga mereka semua dapat mempersiapkan kebangkitan setelah lebih dari tiga abad terjajah kolonial.
Tak lupa sejarah mencatat tentang tumbangnya rezim Soeharto pada tahun 1998, media masa (baik cetak maupun elektronik) berlomba-lomba memunculkan sosok mereka. Kita mengerti bahwa peranan pers saat Soeharto memimpin bangsa ini tak ubahnya hanya sebagai boneka yang digunakan untuk terus meninggikan kekuasaan rezim tersebut, tidak bebas dan penuh skedario. Maka setelah euforia kebebasan pers setelah 1998, rasanya hampir tidak ada tingkah para penguasa negeri yang luput dari pengawasan rakyat.

Uraian di atas merupakan beberapa cuplikan dari peran pers sebagai media transfer informasi dan pengawas kebijakan publik. Di ruang lingkup kemahasiswaan pun pers diperlukan mengingat kebutuhan masyarakat kampus (dalam hal ini mahasiswa) terhadap informasi seputar kampus sangat tinggi. Untuk itulah banyak sekali wadah kemahasiswaan yang menaungi kebutuhan tersebut dalam bentuk pers kampus.

Pers kampus adalah berkala yang diterbitkan oleh mahasiswa untuk mahasiswa di dalam kampus perguruan tinggi. Karenanya, pers kampus sering pula disebut “Pers Mahasiswa”. Di Amerika Serikat dan Eropa Barat, Pers Kampus dinamakan Student Newspapers (Suratkabar atau Koran Mahasiswa) atau Student Publications (Penerbitan Mahasiswa), bukan Campus Press karena istilah Pers Kampus sebenarnya mencakup berbagai penerbitan yang ada di lingkungan kampus, seperti majalah ilmiah yang diterbitkan pihak universitas atau fakultas, buku-buku teks, dan diktat materi perkuliahan. Di Indonesia, yang dimaksud Pers Kampus adalah media massa yang dikelola oleh mahasiswa di sebuah kampus perguruan tinggi, baik berupa majalah, jurnal, buletin, maupun suratkabar. Pangsa pasarnya atau target pembacanya adalah kalangan mahasiswa juga.

Saya lebih senang menyebut pers kampus sebagai Elite Paper karena secara karakteristik inilah alat yang bisa menguatkan fungsi mahasiswa sebagai agen perubahan dan kontrol pemerintahan atas kebijakan yang berlaku. Kembali pada fakta-fakta tentang bargaining position pers, pers (dalam bentuk tulisan maupun tayangan) telah menjadi mata pengawas bagi pemerintahan, informasi vital yang disampaikan pers pada masa lalu juga membuktikan bahwa kekuatan pers sebagai penguat suatu rezim sangat besar.

Menyikapi atas menurunnya kepekaan mahasiswa yang semakin mendekati titik keapatisan, rasanya pers kampus juga turut andil dalam hal ini. Ketidakmerataan informasi dan tegangan mengenai urgensi pergerakan karena adanya perbedaan orientasi antara kubu pergerakan (aktivis kampus) dengan kubu statis (para study oriented) boleh jadi karena informasi tidak terkelola dan tersebar secara baik di lingkungan kampus itu sendiri. Kubu statis cenderung akan menganggap bahwa persoalan di luar sana akan selesai tapa mereka turun tangan dan lebih mempertegas bahwa dengan belajar saja mereka akan turut membangun negeri. Berbeda dengan kubu pergerakan, mereka berpikir bahwa dengan peduli terhadap lingkungan mereka akan mampu melaksanakan fungsi mahasiswa secara utuh. Solusi dari ketidaksamaan pandangan ini disebabkan pers kampus yang tidak berfungsi secara optimal.

Lalu bagaimanakan karakteristik pers kampus yang ideal? Pakar jurnalistik dari Universitas Stanford, William L. Rivers, sebagaimana dikutip Assegaf (1985:104), mengemukakan karakteristik ideal sebuah Pers Kampus sebagai berikut:
1. Harus mengikuti pendekatan jurnalistik yang serius (must be approached as a serious work of journalism).
2. Harus berisikan kejadian-kejadian yang bernilai berita bagi lembaga dan kehidupannya (It should report and explain newsworthly events in the life of the institution).
3. Harus menjadi wadah bagi penyaluran ekspresi mahasiswa (provide medium for student expression).
4. Haruslah mampu menjadi pers yang diperlukan oleh komunitas kampusnya (It should make itself indispensable to the school community).
5. Tidak boleh menjadi alat klik atau permainan yang memuaskan kelompok kecil di kampus (It can’t be a clique operation a toy for the amusement of a small group).
6. Harus dapat memenuhi fungsinya sebagai media komunikasi (Serve the purpose of mass communications).

Wadah pers kampus saat ini bahkan sudah dibakukan sebagai suatu Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) yang berdiri sebagai badan otonom yang netral dan tidak memiliki kecenderungan berpihak pada lembaga manapun. Masalahnya sekarang, bagaimana cara agar UKM pers kampus saat ini benar-benar qualified untuk menjalankan fungsinya? Saya sendiri bingung jika ditanya siapa yang mengalami degradasi, semangat mahasiswanya ataukah sistem yang bobrok secara berjamaah di lingkup nasional?

*koreksi bila saya salah
Categories: ,

0 komentar:

Posting Komentar