Rabu, 13 Juni 2012

Empat Lilin Kecil


Malam-malam sewaktu saya sedang nongkrong dan diskusi bersama teman saya, ada celetuk darinya yang baru saja mendapat nasihat tentang empat lilin dan seorang anak kecil. Sedikit hal menarik yang bisa saya sampaikan melalui tulisan ini, semoga bisa memotivasi kita semua.


Suatu ketika ada seorang anak kecil yang tertinggal di sebuah rumah sempit dan gelap. Rumah itu tidak lebih dari sebuah bangunan tak berpenghuni, sarang laba-laba di tiap ujung, perabot-perabotnya pun sudah lusuh dan kotor tak terurus. Anak kecil tersebut bingung mencari-cari cahaya. Dalam ketakutan tak berujung, ia berdoa pada Tuhan agar dipertemukan dengan lilin-lilin kecil.

Akhirnya setelah ia berkeliling rumah, ada empat buah lilin kecil yang menyala redup. Dalam hati anak kecil tadi tersenyum senang, ia bisa melihat sekeliling dengan lebih jelas.

Namun, tiba-tiba lilin pertama tampak paling redup. Anak kecil bingung, ia pun bertanya pada lilin pertama, “Kenapa kamu paling redup?”

Lilin pertama menjawab,”Aku adalah lilin cinta. Buat apa aku bersinar jika di dunia ini sudah tidak ada lagi cinta. Lebih baik aku mati saja.” Seketika itu lilin pertama padam, anak kecil itu pun meringis ketakutan.

Lalu ia menemukan satu keanehan lagi, lilin kedua meleleh lebih cepat dari yang lain. Si anak bertanya pada lilin kedua, “Kenapa kamu meleleh lebih cepat dari yang lainnya?”

Lilin kedua menjawab, “Aku adalah lilin kasih sayang. Buat apa aku tetap tegar sedangkan sudah tidak ada kasih sayang di dunia ini. Lebih baik aku lenyap.” Lilin kedua lenyap dengan cepat.

Ruangan semakin gelap, kini lilin ketiga jugaakan padam. Si anak bertanya, “Apa kamu juga akan meninggalkan aku, wahai lilin ketiga?”

Lilin ketiga menjawab, “Ya, aku adalah lilin kedamaian. Ketika cinta dan kasih sayang telah lenyap dari dunia ini maka tidak ada lagi kedamaian. Semua yang ada akan saling membenci dan memusuhi. Jadi buat apa aku tetap ada?”

Si anak kecil menangis sesenggukan karena ia sangat takut dengan kegelapan. Tubuhnya menggigil dan menyebut-nyebut nama ibunya sambil berdoa agar tetap ada cahaya sampai ia kembali pulang. Tiba-tiba dari sebuah lilin kecil yang tadi menyala paling redup kini memancarkan cahaya yang bahkan mampu mengalahkan ketiga lilin sebelumnya. Anak kecil kembali bertanya, “Kenapa kamu bersinar sedangkan yang lain sudah padam?”

Lilin keempat menjawab, “Aku adalah lilin harapan. Aku akan tetap ada selama masih ada orang-orang yang berharap padaku. Tadi kamu sangat mengharapkan adanya cahaya dan tiga lilin itu bersinar kembali. Maka dengan kamu berharap demikian, aku akan bersinar makin terang dan tiga lilin itu akan hidup kembali.”

Lilin cinta, kasih sayang, dan kedamaian kembali menyala seperti yang dikatakan lilin harapan. Si anak bersyukur sedalam-dalamnya, rumah itu tak lagi gelap.

Pada akhirnya kita diajari untuk tetap berharap meskipun saat ini keadaan seperti menjadi musuh. Hal-hal indah yang kita rencanakan semua tak ubahnya bagai lembaran-lembaran penuh coretan gagal. Saat-saat beginilah seakan cinta, kasih sayang, dan kedamaian di hati lenyap seketika. Juga ketika segala beban mampir dan menumpuk di kepala. Akankah ada yang menolong?

Kita sering memohon kepada-Nya agar diangkat satu persatu beban dan ujian hidup tanpa mau mengambil pengajaran di dalamnya. Layakkah kita tetap memohon agar baik-baik saja jika Dia pun sebenarnya masih memberikan lilin harapan di hati masing-masing?

“Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan "kami telah beriman", sedang mereka tidak diuji lagi? Dan sesungguhnya kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar & sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta.” (Q29.2-3)

Tetaplah berharap dan bermimpi, Insya Allah ada jalan.
Categories: ,

0 komentar:

Posting Komentar