
Suatu ketika ada seorang anak kecil yang tertinggal di sebuah
rumah sempit dan gelap. Rumah itu tidak lebih dari sebuah bangunan tak
berpenghuni, sarang laba-laba di tiap ujung, perabot-perabotnya pun sudah lusuh
dan kotor tak terurus. Anak kecil tersebut bingung mencari-cari cahaya. Dalam ketakutan
tak berujung, ia berdoa pada Tuhan agar dipertemukan dengan lilin-lilin kecil.
Akhirnya setelah ia berkeliling rumah, ada empat buah lilin kecil
yang menyala redup. Dalam hati anak kecil tadi tersenyum senang, ia bisa
melihat sekeliling dengan lebih jelas.
Namun, tiba-tiba lilin pertama tampak paling redup. Anak kecil
bingung, ia pun bertanya pada lilin pertama, “Kenapa kamu paling redup?”
Lilin pertama menjawab,”Aku adalah lilin cinta. Buat apa aku
bersinar jika di dunia ini sudah tidak ada lagi cinta. Lebih baik aku mati
saja.” Seketika itu lilin pertama padam, anak kecil itu pun meringis ketakutan.
Lalu ia menemukan satu keanehan lagi, lilin kedua meleleh lebih
cepat dari yang lain. Si anak bertanya pada lilin kedua, “Kenapa kamu meleleh
lebih cepat dari yang lainnya?”
Lilin kedua menjawab, “Aku adalah lilin kasih sayang. Buat apa aku
tetap tegar sedangkan sudah tidak ada kasih sayang di dunia ini. Lebih baik aku
lenyap.” Lilin kedua lenyap dengan cepat.
Ruangan semakin gelap, kini lilin ketiga jugaakan padam. Si anak
bertanya, “Apa kamu juga akan meninggalkan aku, wahai lilin ketiga?”
Lilin ketiga menjawab, “Ya, aku adalah lilin kedamaian. Ketika cinta
dan kasih sayang telah lenyap dari dunia ini maka tidak ada lagi kedamaian. Semua
yang ada akan saling membenci dan memusuhi. Jadi buat apa aku tetap ada?”
Si anak kecil menangis sesenggukan karena ia sangat takut dengan
kegelapan. Tubuhnya menggigil dan menyebut-nyebut nama ibunya sambil berdoa
agar tetap ada cahaya sampai ia kembali pulang. Tiba-tiba dari sebuah lilin
kecil yang tadi menyala paling redup kini memancarkan cahaya yang bahkan mampu
mengalahkan ketiga lilin sebelumnya. Anak kecil kembali bertanya, “Kenapa kamu
bersinar sedangkan yang lain sudah padam?”
Lilin keempat menjawab, “Aku adalah lilin harapan. Aku akan tetap
ada selama masih ada orang-orang yang berharap padaku. Tadi kamu sangat
mengharapkan adanya cahaya dan tiga lilin itu bersinar kembali. Maka dengan
kamu berharap demikian, aku akan bersinar makin terang dan tiga lilin itu akan
hidup kembali.”
Lilin cinta, kasih sayang, dan kedamaian kembali menyala seperti
yang dikatakan lilin harapan. Si anak bersyukur sedalam-dalamnya, rumah itu tak
lagi gelap.
Pada akhirnya kita diajari untuk tetap berharap meskipun saat ini
keadaan seperti menjadi musuh. Hal-hal indah yang kita rencanakan semua tak
ubahnya bagai lembaran-lembaran penuh coretan gagal. Saat-saat beginilah seakan
cinta, kasih sayang, dan kedamaian di hati lenyap seketika. Juga ketika segala
beban mampir dan menumpuk di kepala. Akankah ada yang menolong?
Kita sering memohon kepada-Nya agar diangkat satu persatu beban
dan ujian hidup tanpa mau mengambil pengajaran di dalamnya. Layakkah kita tetap
memohon agar baik-baik saja jika Dia pun sebenarnya masih memberikan lilin
harapan di hati masing-masing?
“Apakah manusia itu mengira bahwa
mereka dibiarkan (saja) mengatakan "kami
telah beriman", sedang mereka tidak diuji lagi? Dan sesungguhnya
kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah
mengetahui orang-orang yang benar & sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang
yang dusta.” (Q29.2-3)
Tetaplah berharap dan bermimpi, Insya Allah ada jalan.
0 komentar:
Posting Komentar