Apa yang menyebabkan kita kadang
merasa berada pada titik terendah dalam hal kreatif. Merasa ketinggalan ide dan
kalah jauh dari saudara-saudara yang lain. Yang lebih parah ketika yang lain
sedang semangat mengerjakan amanah, justru diri ini terpuruk atas segala
kejenuhan dan keletihan, kreatifitas mati suri. Akibatnya, amanah tidak ada
yang beres dan dakwah jamaah pun terhambat.
Ada cerita dari Negeri Matahari
Terbit, tentang nelayan dan ikan tangkapannya. Nelayan Jepang itu sudah rutin
menjaring ikan di laut dan membawa hasil tangkapannya pulang ke rumah. Namun ia
selalu jengkel karena ikan-ikan yang semula segar saat dibuka di rumah sudah
lemas dan tidak segar. Suatu hari ia melaut seperti biasa, sampai di rumah ikan-ikannya
sangat segar. Setelah diamati, ternyata nelayan tersebut tak sengaja ikut
menjaring anak hiu. Ia lalu menyangka hiu itulah yang menyebabkan ikan-ikan
berenang kesana-kemari demi menghindari kejaran hiu.
Dari cerita di atas saya
simpulkan bahwa ‘musuh’lah yang justru memaksa kita untuk bergerak lebih
dahsyat dari keadaan aman. Musuh yang menjadikan kita berlari, untuk selamat
dan untuk menjadi lebih unggul. Kita juga dipaksa agar lebih kreatif saat musuh
dating dan mengancam keberadaan.
Saya contohkan beberapa negara
yang dengan ‘musuh’nya mereka menjadi adidaya.
Jepang. Sudah bukan hal baru ketika kita menyaksikan berita di
media bahwa terjadi gempa bumi di negara tersebut karena musuh utama Jepang
adalah kondisi geografisnya yang rawan gesekan lempeng sehingga sering terjadi
gempa. Seharusnya kondisi Jepang tidak semaju sekarang ketika kita hanya
melihat satu sisi kelemahan negara ini. Kenyataannya tidak demikian. Orang-orang
di sana malah terpacu semangatnya untuk menyiasati kelemahan negara mereka. Mereka
membangun berbagai teknologi antigempa hingga teknologi mereka banyak yang terkenal
hingga luar negeri.
Belanda. Musuh utama Belanda adalah air. Kita tahu bahwa kondisi
geografi Belanda sebenanya sangat tidak baik, sedikit saja terjadi luapan air
laut maka negara kecil itu akan tenggelam. Nyatanya, justru banyak sekali
rekayasa teknologi demi mematahkan kekuatan air yang bisa menghancurkan dengan
berbagai bukti. Kincir angin mereka manfaatkan sebagai pembangkit energi,
misalkan. Bangunan-bangunan di sana juga didesain sedemikian rupa agar bisa
menahan banjir. Sekali lagi, musuh di sini sama sekali tidak mematikan potensi.
Swiss. Tahu penghasil coklat terbaik sedunia? Apakah negara yang
memiliki kondisi lahan yang subur? Ternyata tidak. Di tengah kondisi tanah
tandus dan kering, Swisslah yang malah mampu menghasilkan produk alam terbaik
di dunia. Tidak dengan kondisi alamnya, Swiss mengandalkan segala teknologi dan
sumber daya yang mereka punya untuk sesuatu tidak bisa mereka dapatkan dari
alam. Kekreatifan macam apa sebenarnya yang bisa selalu muncul?
Kita, manusia, diciptakan dengan
berbagai perangkat kesempurnaan. Tidak ada celah rasanya untuk menghentikan
ide-ide tajam bagi pembangunan peradaban. Masalah utama kita mungkin hadir dari
fikroh pribadi yang cenderung merasa payah di awal dan diciutkan musuh. Sekali lagi
tidak sepantasnya begitu. Justru musuh-musuh itulah energi kita untuk tetap
bergerak, menghindar, memerangi, menyingkirkan. Sehingga di akhir perlawanan
nanti kita akan mendapati bahwa kita telah jauh berpindah dari posisi semula. Artinya,
dengan adanya musuh maka kita dipaksa untuk menjadi lebih aktif.
Hikmah cerita nelayan dan anak
hiu di awal itulah tempat larinya segala filosofi saya. Akan ada pacuan dari
dalam diri sendiri ketika manusia ditekan atau dihadapkan pada perkara yang
sulit. Maka terhubunglah teori kehidupan dan ketuhanan bahwa kesulitan atau
cobaan selalu mengantarkan kita pada kualitas hidup yang lebih baik. Mari kita
munculkan sosok hiu itu dalam hidup kita. Selamat berkreatifitas!
0 komentar:
Posting Komentar