Minggu, 03 Juni 2012

Mengelola Musuh

Apa yang menyebabkan kita kadang merasa berada pada titik terendah dalam hal kreatif. Merasa ketinggalan ide dan kalah jauh dari saudara-saudara yang lain. Yang lebih parah ketika yang lain sedang semangat mengerjakan amanah, justru diri ini terpuruk atas segala kejenuhan dan keletihan, kreatifitas mati suri. Akibatnya, amanah tidak ada yang beres dan dakwah jamaah pun terhambat.


Ada cerita dari Negeri Matahari Terbit, tentang nelayan dan ikan tangkapannya. Nelayan Jepang itu sudah rutin menjaring ikan di laut dan membawa hasil tangkapannya pulang ke rumah. Namun ia selalu jengkel karena ikan-ikan yang semula segar saat dibuka di rumah sudah lemas dan tidak segar. Suatu hari ia melaut seperti biasa, sampai di rumah ikan-ikannya sangat segar. Setelah diamati, ternyata nelayan tersebut tak sengaja ikut menjaring anak hiu. Ia lalu menyangka hiu itulah yang menyebabkan ikan-ikan berenang kesana-kemari demi menghindari kejaran hiu.

Dari cerita di atas saya simpulkan bahwa ‘musuh’lah yang justru memaksa kita untuk bergerak lebih dahsyat dari keadaan aman. Musuh yang menjadikan kita berlari, untuk selamat dan untuk menjadi lebih unggul. Kita juga dipaksa agar lebih kreatif saat musuh dating dan mengancam keberadaan.

Saya contohkan beberapa negara yang dengan ‘musuh’nya mereka menjadi adidaya.

Jepang. Sudah bukan hal baru ketika kita menyaksikan berita di media bahwa terjadi gempa bumi di negara tersebut karena musuh utama Jepang adalah kondisi geografisnya yang rawan gesekan lempeng sehingga sering terjadi gempa. Seharusnya kondisi Jepang tidak semaju sekarang ketika kita hanya melihat satu sisi kelemahan negara ini. Kenyataannya tidak demikian. Orang-orang di sana malah terpacu semangatnya untuk menyiasati kelemahan negara mereka. Mereka membangun berbagai teknologi antigempa hingga teknologi mereka banyak yang terkenal hingga luar negeri.

Belanda. Musuh utama Belanda adalah air. Kita tahu bahwa kondisi geografi Belanda sebenanya sangat tidak baik, sedikit saja terjadi luapan air laut maka negara kecil itu akan tenggelam. Nyatanya, justru banyak sekali rekayasa teknologi demi mematahkan kekuatan air yang bisa menghancurkan dengan berbagai bukti. Kincir angin mereka manfaatkan sebagai pembangkit energi, misalkan. Bangunan-bangunan di sana juga didesain sedemikian rupa agar bisa menahan banjir. Sekali lagi, musuh di sini sama sekali tidak mematikan potensi.

Swiss. Tahu penghasil coklat terbaik sedunia? Apakah negara yang memiliki kondisi lahan yang subur? Ternyata tidak. Di tengah kondisi tanah tandus dan kering, Swisslah yang malah mampu menghasilkan produk alam terbaik di dunia. Tidak dengan kondisi alamnya, Swiss mengandalkan segala teknologi dan sumber daya yang mereka punya untuk sesuatu tidak bisa mereka dapatkan dari alam. Kekreatifan macam apa sebenarnya yang bisa selalu muncul?

Kita, manusia, diciptakan dengan berbagai perangkat kesempurnaan. Tidak ada celah rasanya untuk menghentikan ide-ide tajam bagi pembangunan peradaban. Masalah utama kita mungkin hadir dari fikroh pribadi yang cenderung merasa payah di awal dan diciutkan musuh. Sekali lagi tidak sepantasnya begitu. Justru musuh-musuh itulah energi kita untuk tetap bergerak, menghindar, memerangi, menyingkirkan. Sehingga di akhir perlawanan nanti kita akan mendapati bahwa kita telah jauh berpindah dari posisi semula. Artinya, dengan adanya musuh maka kita dipaksa untuk menjadi lebih aktif.

Hikmah cerita nelayan dan anak hiu di awal itulah tempat larinya segala filosofi saya. Akan ada pacuan dari dalam diri sendiri ketika manusia ditekan atau dihadapkan pada perkara yang sulit. Maka terhubunglah teori kehidupan dan ketuhanan bahwa kesulitan atau cobaan selalu mengantarkan kita pada kualitas hidup yang lebih baik. Mari kita munculkan sosok hiu itu dalam hidup kita. Selamat berkreatifitas!

Categories:

0 komentar:

Posting Komentar